Bimtek Perencanaan Pembangunan menyusun RPJMDes dan APBDes
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa memberikan desa kewenangan yang luas dalam mengelola pembangunan dan keuangan mereka. Salah satu tugas yang diberikan adalah menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes).
Namun, banyak desa yang mengalami kesulitan dalam melaksanakan tugas ini dengan baik. Masalah utamanya adalah keterbatasan sumber daya manusia (SDM) yang memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam penyusunan RPJMDes dan APBDes. Selain itu, desa juga kurang memahami regulasi dan pedoman yang harus mereka ikuti. Akses terhadap informasi dan sumber daya yang diperlukan juga minim. Semua faktor ini menjadi hambatan dalam menyusun RPJMDes dan APBDes yang berkualitas.
Perlu adanya upaya untuk meningkatkan sumber daya manusia di desa dan memberikan informasi serta bantuan yang diperlukan agar desa dapat mengelola pembangunan dengan efektif dan efisien.
Oleh karena itu, diperlukan Bimtek Perencanaan Pembangunan yang fokus pada penyusunan RPJMDes dan APBDes untuk meningkatkan kapasitas aparatur desa dalam mengelola pembangunan dan keuangan desa.
[TABS_R id=72][table id=15 /]
Perencanaan pembangunan Kabupaten atau Kota menuntut pemerintahan desa untuk menyusun suatu perencanaan pembangunan desa. Secara berjangka, perencanaan pembangunan desa tersebut meliputi penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes). Berikut adalah bagaimana keduanya disusun.
RPJMDes merupakan rencana kegiatan pembangunan desa yang digunakan selama enam tahun. Penyusunan RPJMDes ini mengharuskan pemerintah desa untuk mengadakan musyarawah yang diikuti Badan Permusyawaratan Desa serta perwakilan serta unsur masyarakat desa bersangkutan. Musyawarah ini dilakukan terakhir pada bulan Juni saat tahun anggaran telah berjalan.
RPJMDes ini disusun berdasarkan pertimbangan kondisi objektif desa bersangkutan. Selain itu juga berdasar prioritas pembangunan Kabupaten atau Kota. Kondisi objektif antara lain bardasarkan sumber daya manusia seperti gender, perlindungan anak, keadilan masyarakat miskin, dan yang lain. Bisa juga berdasarkan sumber daya alam seperti pelestarian lingkungan, dan sumber daya yang lain.
Hasil musyawarah perencanaan pembangunan Desa dapat menghasilkan kebutuhan pembangunan Desa yang kemudian akan diusulkan kepada pemerintah daerah Kabupaten atau Kota. Kemudian diajukan ke daerah Provinsi. Apabila telah disetujui Bupati atau Walikota, maka usulan akan dimuat ke dalam Rencana Kegiatan Pembangunan Desa (RKPDes) untuk tahun selanjutnya.
Penyusunan RPJMDes dan APBDes
RPJMDes sendiri tidak bisa diubah secara sembarangan. RPJMDes hanya bisa di ubah apabila terdapat peristiwa seperti bencana, krisis ekonomi, krisis politik, atau kerusuhan sosial berkepanjangan. Bisa juga di review ulang apabila ada perubahan mengenai kebijakan pemerintah tingkat Kabupaten atau Kota, maupun perubahan kebijakan dasar pada Pemerintah tingkat Provinsi.
Anggaran Pendapatan dan belanja Desa (APBDes) merupakan bentuk tanggung jawab pemegang manajemen desa. APBDes ini berisikan info segala hal berupa kegiatan desa untuk masyarakat, yang merupakan pengelolaan dana desa. Pelaksanaan kegiatan berupa berbagai rencana program untuk kepentingan desa dan masyarat desa tersebut, serta dibiayai oleh dana yang dimiliki desa.
Perencanaan Pembangunan Desa (menyusun RPJMDes dan APBDes) memiliki beberapa ketentuan, diantaranya adalah disusun berdasarkan Peraturan Desa tentang RKPDesa. Penyusunan dilakukan untuk masa satu tahun anggaran (mulai 1 Januari hingga 31 Desember). Penyusunan rancangan APBDes merupakan hasil kesepakatan Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD). APBDes ditetapkan dengan Perdes.
APBDes juga harus disusun dengan mempertimbangkan beberapa hal. Bahan pertimbangan antara lain adalah pendapatan Desa, belanja Desa, pembiayaan Desa, sera SiLPA (Sisa Lebih Perhitungan Anggaran. Pendapatan desa diukur secara rasional berdasarkan fakta atau data. Belanja desa disusun antara pendapatan dan pengeluaran. Penggunaan uang haruslah konsisten sesuai aturan.
Bahan pertimbangan lain berupa pembiayaan desa ditilik dari penerimaan maupun pengeluaran yang harus disesuaikan dengan kemampuan desa, sehingga tidak membebani keuangan Desa. Sedangkan SiLPA harus disesuaikan dengan potensi nyata yang ada, berupa potensi melampaunya realisasi penerimaan desa, penghematan belanja, dan sisa dana yang belum terealisasi.